Friday, November 16, 2012

Short Story


           Hello guys! Seperti biasa, gue pengen berbagi cerpen lagi nih, originally made by me :) Cerpen ini gue buat karena ada lomba di sekolah dalam rangka bulan bahasapada bulan Oktober laludan untuk kelas 9 harus membuat cerpen dengan tema pendidikan. Penasaran hasilnya gimana? Let's check it out ;)



Keberanian
oleh: Ravina Aulia
            Aku baru saja meletakkan tasku ketika mendengar suara dari sudut depan kelas. Ternyata Ata lagi. Dia memang biang keonaran di kelasku. Tapi keonaran yang dibuatnya terkadang terlalu kelewatan dan berlebihan. Seperti baru-baru ini, ia membuat seorang murid lelaki di kelasku yang bernama Reno harus menahan malu dan rasa kesal akibat ejekannya yang menurutku cukup menyesakkan hati.
            Meskipun begitu, Ata mampu membuat suasana kelas lebih hidup jika ada pelajaran yang membuat otak kami “mumet”. Tanpa kehadirannya kelas terasa hampa dan hening, tapi juga damai dan tentram. Tapi tidak untuk hari ini. Aku melirik ke jam di tanganku, masih pukul 6 lewat 15 menit.
            “Lo udah ngerjain PR matematika, San?” Marina menghampiriku sambil melemparkan tasnya begitu saja ke atas kursi di sebelahku.
            “Udah. Lo?” aku balik bertanya.
            “Udah, sih. Tapi gue masih ada yang belum diisi dua nomor lagi. Gue liat punya lo ya, San? Boleh nggak?”
            “Boleh. Nih,” ucapku seraya menyerahkan buku tugasku padanya.
            Marina langsung meraih buku tugasku dan mengeluarkan buku tugasnya dari dalam tas, “Nanti kalau gue udah selesai nyalin, lo ajarin gue juga ya, San. Biar gue ngerti,” pintanya seraya menulis.
            “Iya, tenang aja. Gue akan ajarin lo sebisanya gue.” Sembari menunggu Marina yang sedang sibuk menyalin tugasku, aku melirik sekilas ke arah Reno dan yang lainnya. Tiba-tiba saja Ata berjalan ke tempat duduk Reno, dan...
            “Woi! Mana buku tugas matematika lo? Gue mau salin PR lo!” Ata mengatakannya dengan nada tinggi dan terkesan memerintah. Kalimatnya barusan juga membuat seisi kelas menjadi hening.
            “Buat apa? Lo, kan, bisa ngerjain sendiri,” sahut Reno santai.
            Ata memukul meja dengan tangannya, “Pake nanya segala lagi! Udah, mana sini buku tugas lo?”
            Reno mengerutkan alisnya, “Tapi gue nggak mau nyerahin buku tugas gue ke lo!” Reno tetap bersikukuh.
            Ata semakin kesal lalu dengan cepat ia meraih kerah baju Reno dan menariknya hingga ia berdiri menyejajarinya. Kejadian tersebut berlangsung dalam hitungan detik dan membuat kami semua yang ada di dalam kelas terkaget-kaget.
            “Lo masih tetep nggak mau nyerahin buku tugas lo?” suara Ata kini terdengar menyeramkan.
            “Untuk apa gue nyerahin buku tugas gue ke orang yang setiap hari mencela dan membuat gue kesal?” Reno terlihat semakin berani walaupun Ata sudah menatapnya dengan sorot mata setajam elang.
            Ata semakin mengeratkan pegangannya di kerah baju Reno, membuat Reno semakin tercekik, “SERAHIN BUKU LO SEKARANG JUGA!” nada suara Ata benar-benar tinggi kali ini.
            “Ta, kalau Reno nggak mau ngasih bukunya, jangan lo paksa dong! Toh, itu buku miliknya, ia berhak melakukan apapun terhadap bukunya, termasuk tidak menyerahkannya pada lo! Lo nggak punya hak sama sekali untuk memaksanya,” entah aku mendapat keberanian darimana, aku sudah berada di sebelah keduanya dan langsung mengeluarkan apa yang ada di otakku.
            “Lo nggak usah ikut-ikutan!” tiba-tiba sebuah tangan mendorong bahuku hingga membentur dinding di belakangku. Tangan Ata. Kurasakan sakit merambati bahu kananku akibat benturan tadi.
            Marina langsung berteriak memanggil namaku dan menghampiriku. Belum sempat aku mengatakan kata-kata selanjutnya guru piket masuk ke kelas dan menemukan kami semua yang terdiam sedari tadi.
            “Kalian ngapain masih di sini? Kenapa nggak ada yang ke lapangan? Dan... Apa ini maksudnya?” mata Pak Dharma langsung melotot melihat Ata yang masih memegang kerah baju Reno dan aku yang merintih kesakitan.
            Ata langsung melepaskan pegangannya pada kerah Reno. Teman-temanku yang lainnya langsung berhamburan keluar kelas untuk menuju lapangan upacara dan membaca Asma Allah serta berdoa seperti biasanya.
            “Oo... Kamu mau jadi jagoan, ya? Siapa nama kamu?” Pak Dharma membaca name tag yang ada di dada kanan Ata. “Ata Redianto Brawijaya, ikut saya ke ruang BK sekarang! Kamu juga, Reno Harsyad!”
            Pak Dharma melirik ke arahku yang masih merintih kesakitan, “Kamu kenapa?”
            Marina langsung menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Pak Dharma. Pak Dharma semakin kesal dan menatap Ata dengan pandangan tidak senang. Ia memerintahkan Marina agar membawaku ke UKS lalu menyusulnya ke ruang BK setelah aku diperiksa oleh perawat yang berjaga di UKS.
            Setelah diperiksa oleh Kak Ratih aku langsung menuju ruang BK. Untungnya benturan tadi hanya membuat bahuku memar dan tidak berefek terlalu parah, tapi masih membuatku kesakitan walau tak sesakit pertama tadi.
            Ketika aku dan Marina sampai, ternyata ruang BK sudah dipenuhi oleh beberapa guru termasuk wali kelas kami, Bu Indri. Aku yakin, Bu Indri pasti sangat kecewa dengan perilaku murid-muridnya.
            Di ruang BK, aku dan Marina menjadi saksi. Kami ditanyai beberapa pertanyaan oleh Bu Sasti. Bu Sasti juga menceramahi kami berempat tentang pentingnya menghargai teman.
            Akhirnya Ata mendapatkan hukuman diskors selama dua minggu dan mendapat surat panggilan untuk orang tuanya. Bu Sasti dan Bu Indri juga menyuruh Ata untuk meminta maaf kepadaku, Reno, juga teman-teman yang ada di kelas. Kami semua sepakat untuk memaafkannya dengan satu syarat; Ata tidak boleh mengulangi kelakuan buruknya.
            Hukuman skors dua minggu dan syarat dari kami ternyata cukup ampuh untuk seorang Ata. Itu terbukti dari sikapnya setelah kembali masuk sekolah. Ia terlihat jauh lebih ramah dari sebelumnya, ia juga sudah mau bergaul dengan Reno dan tidak mengejeknya lagi.
            Perubahan Ata yang lainnya adalah ia tidak lagi menyalin tugas teman seperti yang selalu ia lakukan dulu, kini ia lebih sering mengerjakan tugasnya sendiri dan baru bertanya kepada yang lainnya jika tidak bisa menyelesaikan sendiri tugasnya. Perubahan drastis sifat Ata ini membuat kami semua senang, tidak terkecuali Reno yang kini menjadi teman semeja Ata.





*Thanks for your reading and don't forget to leave your comment.

Dahana's Poem

           Hi, guys! Udah lama nih gue nggak nge-post 'sesuatu' ke sini. Now, I wanna post 2 poems originally made by my best friend a.k.a Dahana Azizah. Nggak nyangka gue, tukang lawak satu ini jago banget bikin puisi! Penasaran? Liat langsung aja ya. Cekidot ;)




UNTUKMU TERKASIH
                                                                 Oleh : Dahana Azizah
Dari kejauhan ku tatap engkau
Hanya senyum manismu yang sampai terlihat
Ku terdiam...
Dan tetap terdiam...

Ku terdiam karena takut
Takut kau menyadari...
Menyadari aku yang kini tengah memandangmu

Aku tak ingin kau tahu
Tahu akan perasaanku
Yang ku mau hanya tetap bisa melihat senyum indahmu kasih...




Bukan Inginku
Oleh : Dahana Azizah
Tuhan
Mengapa kau mempertemukan?
Jika akhirnya memisahkannya kembali

Aku hamba-Mu yang lemah
Tak dapat menentang segala takdir-Mu

Ini bukan inginku Tuhan
Bukan inginku untuk berpisah dengan yang terkasih

Tapi aku sadar
Memang ini jalan yang tebaik untukku
Ku yakin Kau akan memberikan yang terbaik setelah ini

Jadi berilah kekuatan untuk bertahan
Bertahan selama menunggu  yang terbaik dari-Mu :)